TIMES BANJAR, BANJAR – Pemkot Banjar berencana menertibkan kios pedagang Pasar Banjar yang kiosnya berada di atas bantaran sungai karena dinilai melanggar aturan. Pasalnya,
pemerintah telah mengatur larangan mendirikan bangunan di pinggir sungai melalui berbagai peraturan untuk menjaga ekosistem sungai dan mencegah bencana banjir.
Larangan ini disampaikan Wali Kota Banjar, Ir H Sudarsono usai meninjau bantaran sungai di Citanduy. Menurutnya, masyarakat perlu memahami dan mematuhi aturan ini demi keberlanjutan lingkungan dan keselamatan bersama.
"Ada keluhan dari pedagang juga terkait bangunan kios yang didirikan di atas bantaran sungai demi keselamatan selama beraktivitas berjualan. Pemerintah disini menertibkan tapi dengan memberikan solusi," ujarnya, Selasa (5/8/2025).
Sudarsono mengungkap bahwa sebelumnya sudah ada komitmen antara Pemerintah Kota dengan pedagang yang berada di bantaran sungai.
"Disatu sisi kami ingin menyelamatkan para pedagang bagaimana caranya mereka berjualan dengan aman. Saya khawatir keselamatan mereka jika ada bencana banjir atau yang lainnya yang membahayakan aktivitas mereka karena memang idealnya bangunan itu minimal 12 meter dari bibir sungai," bebernya.
Hal tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan dimana jarak 12 meter dari bantaran sungai tidak boleh ada bangunan.
Bantaran sungai adalah ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggul sebelah dalam yang terletak di kiri dan/atau kanan palung sungai. Garis sempadan sungai adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai.
Pasal 45 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air menyatakan bahwa sempadan sungai harus dijaga dan tidak boleh dimanfaatkan untuk kegiatan yang dapat merusak fungsi sungai, termasuk pembangunan permukiman.
Aturan lainnya sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Dalam Pasal 29, disebutkan bahwa ruang sempadan sungai merupakan kawasan lindung yang tidak boleh digunakan untuk aktivitas yang dapat mengganggu fungsi sungai, seperti pembangunan permukiman dan bangunan lainnya.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai tertuang di Pasal 5 Peraturan Pemerintah yang menegaskan bahwa sempadan sungai harus dijaga untuk kelestarian ekosistem dan untuk mengurangi risiko bencana banjir.
Sementara Peraturan Menteri PUPR Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Garis Sempadan Sungai dan Danau menetapkan batas sempadan sungai yang tidak boleh dimanfaatkan untuk pembangunan.
Jarak sempadan sungai ditetapkan dimana sungai tanpa tanggul minimal 50 meter dari tepi sungai di luar kawasan perkotaan dan 10 meter di dalam kawasan perkotaan. Sungai bertanggul: minimal 5 meter dari kaki tanggul.
Dampak Pelanggaran Larangan
Pelanggaran terhadap peraturan ini dapat mengakibatkan berbagai sanksi, antara lain:
Pembongkaran bangunan yang berdiri di sempadan sungai. Denda administratif atau pidana sesuai peraturan yang berlaku.
"Disatu sisi mereka mau tidak mau harus keluar dari lokasi yang terlarang berdirinya bangunan dan disisi lain pemerintah juga akan berupaya memfasilitasi bagaimana caranya mereka bisa tetap berjualan ditempat lain dengan kondisi minimal sebanding ya," tutur Wali Kota.
Wali Kota juga menegaskan bahwa kedepannya akan menargetkan penataan pasar Banjar agar dapat menjadi magnet bagi masyarakat dan pendatang untuk datang dan berbelanja dengan nyaman di Pasar Banjar.
"Orang yang datang ke Pasar Banjar harus kita bikin nyaman yaitu dengan pasar yang bersih, parkir yang nyaman dan dapat meminimalisir ongkos angkut bagi metode transportasi. Lambat laun, kami akan upayakan merelokasi pedagang demi keselamatan mereka," tandasnya.
Pemerintah juga akan berkoordinasi dengan BBWS Citanduy untuk mencari solusi agar pedagang tidak merasa dirugikan.
"Sehingga mereka tetap bisa berdagang melalui relokasi yang di fasilitasi pemerintah," katanya.
Menanggapi hal tersebut, sejumlah pedagang bereaksi dan mengungkap ketidaksetujuannya atas rencana penertiban tersebut.
Salah satunya disampaikan Susan, pedagang bawang yang kiosnya berada di kawasan bantaran sungai.
"Saya gak setuju kalau ada penertiban apalagi saya disini beli lahannya sebesar Rp130 jutaan untuk satu kios. Saya gunakan dua kios dan kalaupun dipindahkan ya khawatirnya gak terjangkau oleh pelanggan karena ini kan kelasnya grosir," tolaknya.
Susan berharap pemerintah tidak melakukan penertiban kiosnya karena sudah banyak pelanggan yang datang ke kiosnya berbelanja.
Hal senada disampaikan Titin, pemilik grosir kelontongan yang khawatir tidak akan mendapatkan lokasi yang mudah ditemukan pelanggannya.
"Kalau ada ganti rugi sih ya gpp, soalnya saya sudah hampir tiga puluh tahun jualan disini," jelasnya.
Titin berujar bahwa dirinya bersedia di relokasi jika pemerintah menyediakan bangunan yang lebih baik lagi.
"Takutnya khawatir pelanggan pada lari jika direlokasi karena saya udah punya pelanggan yang puluhan tahun berbelanja disini. Karena kan disini strategis ya pinggir jalan," ucapnya. (*)
Pewarta | : Sussie |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |